Langsung ke konten utama

Cerpen Bertema Kewirausahaan


MERAIH IMPIAN
Oleh : Aprilia Yean Wisaka

Dua kegagalan yang aku alami tak menjadikanku berputus asa. Aku terus berusaha dan berdo’a kepada Sang Khalik agar diberikan kemudahan dan kebahagiaan kepadaku juga kepada orang tuaku yang senantisasa membimbingku dan membangkitkanku saat aku terjatuh. Salah satu do’a ku terkabul. Aku diterima dijurusan bahasa Inggris. Ketekuni masa pendidikan ini dengan sepenuh hati sambil bekerja. Berkat kegigihanku, bisnis yang aku jalani membuahkan hasil yang memuaskan tanpa mengganggu studiku diranah akademis. Aku patut bersyukur kepada Tuhan atas semua rahmat yang telah ia limpahkan kepadaku. Dan aku patut berterimakasih kepada kedua orang tuaku yang tak pernah luput membimbingku dan menyemangatiku.
***
Langit tak berbintang, burung tak berkicau, dan anak –anak yang biasa bermain ditaman ini pun tak terlihat. Sepi dan sunyi. Menambah beban ku saat ini. Hatiku terasa begitu perih kala kuingat lagi kejadian 30 menit lalu, saat aku tahu, apa yang telah aku impikan sejak kecil—gagal aku capai. 30 menit lalu, aku menghadap kedua orang tuaku, mengutarakan keinginanku untuk mendaftar ke Fakultas Kedokteran. Hingga akhirnya aku tahu kenyataan pahit ini. Kedua orang tuaku tak mengijinkan aku masuk Fakultas Kedokteran. Biaya-lah penyebabnya.

“Maaf Nanda, kita tak punya cukup uang untuk kamu masuk Fakultas Kedokteran.  “ jawab ayahku ketika aku selesai mengutarakan keinginanku.

“Ya ayah, aku mengerti” jawabku sedih. Air mataku mengalir tanpa bisa kutahan. Lalu tanpa berpikir panjang, aku beranjak dari kursi, melangkah menuju pintu lalu membukanya. Aku berlari. Berlari sambil menangis, menuju tempat yang kupikir dapat sedikit membuatku lebih ceria. 

Dan disinilah aku sekarang , di taman bunga di persimpangan jalan yang jaraknya tak begitu jauh dari rumahku. Taman ini begitu sepi dan sunyi, tak seperti biasanya.
***
Waktu menunjukkan pukul  9 malam, ketika aku melihat arlojiku. Aku terlonjak kaget. Tak terasa, aku sudah duduk 2 jam dikursi panjang ditaman ini. Akhirnya, kuputuskan untuk pulang ke rumah. Diperjalanan, beberapa kali aku hampir terjatuh, karena -- seperti saat aku berangkat ke taman, aku tak memperhatikan langkahku. Pikiranku masih dipenuhi oleh kata-kata ayahku yang menyatakan bahwa aku tak bisa masuk Fakultas Kedokteran. Keadaan ini membuatku stress. Namun saat aku tiba dirumah, ibuku langsung menyambutku dengan senyuman khasnya . Ia mengajakku pergi kekamar, lalu menyuruhku untuk sembahyang dan berdo’a agar Allah memberikan ketabahan kepadaku. Aku menurutinya. Dan benar saja apa yang dikatakan ibuku. Setelah aku sholat, pikiranku lebih tenang dan tubuhku pun lebih rileks.

Sebelum aku tidur, ibuku berkata, “Sabar ya nak, walaupun kamu tak bisa masuk Fakultas Kedokteran, kamu harus tetap semangat, jangan pernah putus asa. Mungkin dibalik ini semua, Allah menyediakan hadiah besar untukmu. Jangan bersedih lagi ya..”. Aku menggangguk. Dan ayahku pun tak luput memberikan semangat kepadaku. “ Benar kata ibumu, kamu harus semangat, kamu pasti bisa!” ucap ayahku. Lalu mereka berdua pergi, membiarkanku istirahat.

Sekarang aku bisa berpikir lebih jernih. Aku sadar akan kondisi perekonomian keluargaku. Aku tak bisa memaksakan keinginanku untuk  masuk ke Fakultas Kedokteran.Aku mempunyai empat adik yang masih kecil yang harus dibiayai oleh orang tuaku. Jika aku memaksakan keinginanku,  itu sama saja menambah beban orang tuaku. Aku sadar, seharusnya aku mengurangi beban mereka, bukan menambahnya.  

Beberapa hari berlalu. Lukaku akibat gagal masuk Fakultas Kedokteran mulai berkurang. Untuk mengatasi kekosongan, aku membantu ibu menjaga warung. Namun, dalam hatiku yang paling dalam aku masih menginginkan bangku sekolah. Lalu pada malam hari, aku mengutarakan keinginanku kepada kedua orang tuaku,
“Ayah, Ibu, aku ingin bicara” kataku disela-sela perbincangan saat makan malam.
“Silahkan, bicara saja” jawab ayahku santai.
“Mmm,, begini,, aku ingin mendaftar ke STPDN” kataku tergagap.

Ekpresi wajah ayahku menunjukkan ketidaksetujuannya dengan keinginanku. Namun setelah dibicarakan lebih lanjut, akhirnya aku diperbolehkan untuk mendaftar ke STPDN.

Keesokan harinya, aku mendaftarkan diri ke STPDN. Namun, aku gagal. Perasaan sedih saat aku gagal masuk Fakultas Kedokteran kini muncul kembali. Kini, bukan masalah biaya yang membuatku gagal, tapi kondisi fisik ku yang tidak memenuhi syarat. Sungguh, aku merasa sangat terluka.
Aku pulang kerumah dengan lemas, tanpa gairah. Ibuku heran melihatku,
“Ada apa Nanda ?” tanyanya.

Bukan dengan kata-kata aku menjawab pertanyaan ibuku, melainkan dengan air mata. Ibuku semakin heran melihat sikapku yang seperti ini, begitu pula ayahku yang baru saja pulang bekerja.  Hingga akhirnya aku menceritakan semua yang terjadi. Dan air mataku pun mengalir lagi, bahkan lebih deras. Dengan penuh kasih, ibuku terus memberikan semangat kepadaku agar aku tak berputus asa.
***
Dua kegagalan yang aku alami sungguh membuatku terluka. Namun, dengan semangat yang diberikan oleh kedua orang tuaku, aku sadar bahwa aku tak boleh berputus asa. Kuputuskan untuk membantu ibu menjaga warung lagi. Hingga suatu saat, rasa sakit akibat dua kegagalan itu terbayar dengan diterimanya aku di Fakultas jurusan Bahasa Inggris. Aku menjalani masa pendidikan ini dengan sepenuh hati. Keberuntungan pun datang padaku, Kak Ica, temanku, mengajakku berbisnis pakaian. Aku senang bukan main. Kini, aku bisa bekerja sambil kuliah. 

Usaha yang aku jalani dengan Kak Ica mulai membuahkan hasil. Dengan seiring waktu, jaringan bisnisku meluas. Aku menjadi lebih sibuk sekarang. Walaupun begitu, itu tak mengganggu prestasiku dibidang akademik. 

 Aku sangat bersyukur dengan keadaan ini. Kegagalan yang aku alami pada masa lalu terbayar sudah. Kini aku telah meraih kesuksesan. Dan aku telah menyadari satu hal, mengkin inilah alasan mengapa aku gagal masuk Fakultas Kedokteran dan STPDN.  Seperti apa yang telah ibuku katakan, Allah menyediakan hadiah besar dibalik kegagalanku dimasa lalu. Dan inilah hadiah itu. Aku berterimakasih kepada Allah atas semua karunia yang telah ia limpahkan kepadaku. Dan tak lupa pula, aku berterimaksih kepada orang tuaku yang senantiasa membimbingku dan memberikan semangat kepadaku saat aku jatuh, hingga aku bisa sukses seperti sekarang.

*** 

  


WIA NUR SEPTIA
Oleh : Aprilia Yean Wisaka 

Wia Nur Septia, ia lah si gadis hebat yang berhasil menjadi pengusaha sukses . Ia lahir ditengah-tengah keluarga yang bisa dibilang tidak berkecukupan. Ayahnya bekerja sebagai buruh pabrik  sedangkan ibunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Keadaan inilah yang membuatnya bertekad untuk menjadi orang sukses untuk membantu orang tuanya membiayai hidupnya sendiri juga hidup adik-adiknya.

Wia adalah gadis rajin, ulet, dan gigih. Walaupun ia hanyalah lulusan SMA, ia berhasil mendirikan toko baju batik megah dikotanya. Namun, kesuksesan ini tak diraihnya dengan gampang. Ia berkali-kali jatuh bangun hingga akhirnya ia berhasil seperti sekarang. Berbagai rintangan ia hadapi dengan sabar.
***
Wia terpaksa berhenti sekolah karena faktor biaya. Ia tidak memaksakan kehendaknya karena ia sadar betul bagaimana kondisi perekonomian keluarganya. Oleh karena itu, setelah beberapa bulan berhenti sekolah ia mencoba melamar pekerjaan ke pabrik roti yang jaraknya tak begitu jauh dari rumahnya. Penghasilan nya cukup untuk makannya sehari-hari . Selang waktu beberpa bulan, wia berhenti bekerja. Ia terpaksa keluar karena pabrik roti dimana ia bekerja mengalami kebangkrutan . Ia lalu mencoba melamar pekerjaan ke berbagai tempat, namun gagal. Kondisi ini pun diperparah dengan kambuhnya penyakit bronchitis adik keduanya. Ayahnya mencoba meminjam uang kesana kemari untuk biaya pengobatan anak bungsunya itu. Ibunya pun begitu, ia berusaha sekeras mungkin mencari uang. 

Saat itu, wia tak tahu harus bagaimana. Dari hari kehari kondisi adiknya semakin parah. Hingga akhirnya ayahnya berhasil mendapat pinjaman uang untuk pengobatan adiknya. Segeralah adiknya itu dibawa kerumah sakit. Setelah beberapa hari dirawat, kondisi adiknya pun mulai membaik. Lalu ia menyarankan untuk merawat adiknya dirumah agar biaya rawat rumah sakit tidak terlalu mahal.

Beberapa hari berlalu, ayah wia kebingungan bagaimana ia membayar hutang kepada seseorang yang waktu itu meminjamkan nya uang untuk biaya pengobatan anaknya. Untung saja orang itu berbaik hati dapat mentoleransi keadaan ayah wia.

Wia tak tinggal diam, ia mengunjungi semua temannya , kalau kalau ada yang bisa membantunya mencari pekerjaan. Usaha wia itu tak sia-sia, ada seorang temannya – yang bernama Wika --  memberinya pekerjaan. Wia disuruh untuk menjualkan baju baju milik temannya itu. Walaupun untungnya tak seberapa, wia melakukan pekerjaan ini dengan sepenuh hati.

Baju-baju yang dijualnya itu banyak jenisnya. Mulai dari kaos biasa yang harganya kisaran Rp. 20.000 sampai baju batik dan gaun yang harganya mencapai Rp 200.000,- .Pada  malam hari, ia melihat-lihat baju-baju tersebut dan ia merasa tertarik dengan salah satu baju batik yang dipegangnya. Munculah keinginannya untuk menggeluti usaha dibidang busana secara mandiri. Namun apalah daya, ia tak memiliki modal untuk itu.

Hari-hari yang sulit ia lewati dengan penuh semangat, hingga pada suatu saat ia bertemu dengan Bu Yeni. Bu Yeni ini adalah pengrajin batik. Ia diperkenalkan dengannya oleh Wika. Mulanya, Wia hanya berbincang-bincang seputar batik. Namun, melihat ketertarikan yang besar yang ditunjukan oleh Wia, Bu Yeni menawarinya untuk bekerja dengannya. Wia senang bukan main. Ia bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua ini. Ia pun tak lupa berterimaksih kepad temannya yang telah memperkenalkannya dengan Bu Yeni.

Waktu terus berlalu. Wia menjalani harinya dengan lebih bersemangat. Ia diajari berbagai hal oleh Bu Yeni. Dari hari kehari ilmunya semakin bertambah. 

Dua tahun setelah bekerja untuk Bu Yeni, wia memberanikan diri untuk membuka usaha sendiri bermodalnkan uang tabungan yang ia kumpulkan selama ia bekerja untuk Bu Yeni dan juga ilmu yang ia peroleh dari Bu Yeni.

Awalya usahanya memang kecil. Namun berkat kegigihan dan kesabarannya, usaha yang dijalani wia semakin membaik. Ia mempunyai banyak langganan setia dan jaringan bisnisnya pun mulai meluas. Dalam kurun waktu kurang lebih satu tahun, ia berhasil mendirikan sendri toko batik dan mendirikan cabang di luar kota.

Kesuksesan yang diraihnya ini tak lantas membuatnya sombong. Ia tetap menjadi Wia yang hidup dalam kesederhanaan. Dari kesusksesanannya ini, ia mampu membantu orangtuanya, dan membiayai pendidikan kedua adiknya.
***


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Hasil Wawancara mengenai "Pelanggaran HAM"

LAPORAN HASIL WAWANCARA TEMA : PELANGGARAN HAM Disusun oleh :  Aprilia Yean Wisaka M. Azmi Bahasri Pipit Fitriyani Rasyidul Fauzan Rizki Pratama Zeein Mentari KELAS : XI MIA 6 SMAN TANJUNGSARI 2014                      KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita dan Allah selaku sumber segala ilmu dan beruntunglah kita diciptakan sebagai manusia yang memiliki akal sebagai ciri kesempurnaan makhluk-Nya. Laporan wawancara ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diberikan oleh Bu Dedeh Spd. Kami menyadari bahwa p

Jenis HAM yang diatur dalam pasal 28 A - J

JENIS HAM YANG DIATUR DALAM PASAL 28 A – J UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 NO PASAL JENIS HAM YANG DIATUR 1. 28 A Hak untuk hidup 2. 28 B Hak untuk membentuk keluarga ; Hak anak atas kelangsungan hidup 3. 28 C Hak untuk mengembangkan dan memajukan dirinya 4. 28 D Hak atas perlakuan yang sama dihadapan hukum, dalam hubungan kerja, dan dalam pemerintahan ; Hak atas status kewarganegraan 5. 28 E Hak atas kebebasan memilih, menyatakan pikiran dan sikap serta mengeluarkan pendapat 6. 28 F Hak untuk berkomunikasi 7. 28 G Hak atas perlindungan 8. 28 H Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin 9. 28 I Hak untuk hidup, tidak disiksa, kemerdekaan pikiran, beragama, tidak diperbudak, dan diakui diha